ekspedisi tebing 2014





Tidur Di Tebing Selama 2hari Tanpa Makan Nasi
(Dalam Rangka EKSPEDISI Tebing Tanggul di desa Kebo Ireng kec.Besuki kab. Tulungagung)
Oleh : Ida Wardatun Nafi’ah (peyek)
Pada hari selasa tanggal 14 januari 2014, Anggota MAHASPALA STAIN Kediri angkatan TA IV dan TA V melaksanakan Ekspedisi Tebing di daerah Tulungagung, tepatnya di RT 06 RW 02 desa Kebo Ireng kec.Besuki. Ekspedisi ini merupakan kelanjutan dari jenjang pendidikan MAHASPALA setelah DIKSAR(Pendidikan Dasar) dan DIKJUT (Pendidikan Lanjut) serta sebagai penempuhan status keanggotaan dari AM (Anggota Muda) menjadi AB (Anggota Biasa).
Adapun Tim inti dari Ekspedisi ini terdiri dari 3 orang yaitu : Ida Wardatun Nafi'ah (peyek), Johana Rukin (Mbah Mlenoy) dan Ahmad Ibnu Ngatho' (Kemenyek). Sedangkan untuk Tim pendamping yaitu Kukuh Adi Saputra (ompreng), Lutfi Abdul Manaf(campez) dan M. Zidny Nuron A'la (Blawong).
Pada hari pertama, acara pemanjatan berjalan dengan lancar tanpa ada halangan satu apapun. namun pada malam harinya sekitar jam 00.00 WIB, terjadi hujan yang begitu deras mengguyur kawasan Bukit Tanggul juga area base camp kami. Hujan deras tersebut  berlanjut terus sampai siang hari, sehingga  mengakibatkan Tebing licin dan berlumut serta  sulit untuk di panjat. Karena kondisi demikian, sampai hari ke 3 tim kami masih sampai di Pitch 2, padahal jumlah pitch ada 7 dan planning awal, acara ini akan dilaksanakan dalam waktu 4 hari. Untuk manajemen waktu, maka pada hari ke 5, Tim Ekspedisi memutuskan untuk menggunakan metode alphine (tehnik pemanjatan dengan tanpa kembali ke base camp dan menjadikan tebing sebagai tempat untuk beristirahat), karena ketika kami menggunakan method Himalayan (tehnik pemanjatan dengan menjadikan base camp  sebagai tempat untuk beristirahat), waktu banyak terbuang untuk ascenderan. Kamipun  memprediksikan bahwa Tim kami akan berada di tebing selama 2 hari satu malam. Kami membawa logistic berupa roti dan buah-buahan saja, dikarenakan akan sangat ribet jika kami memasak ditebing serta akan menambah berat beban barang  bawaan yang kami bawa jika kami membawa beras, kompor dsb.  Kami  berangkat ke tebing dan memutuskan untuk beristirahat  di Pitch 4 karena dari semua Pitch yang ada di Tebing Tanggul, Pitch 4 inilah yang paling luas (dengan lebar kira-kira 45cm/dapat di gunakan untuk  duduk). Disini terdapat banyak tanaman juga pepohonan. Pijakan di pitch 4 ini berupa tanah, bukan bebatuan tebing, Sehingga lumayan nyaman digunakan sebagai tempat untuk beristirahat.
 Yang membuat kami agak kesulitan ketika menggunakan methode alphine adalah ketika menginginkan untuk buang air kecil ataupun BAB, kami harus tetap menggunakan costil, namun bagaimanapun juga kami harus tetap mengikuti prosedur yang ada karena costil tersebut berfungsi sebagai pengaman untuk keselamatan jiwa kami.
            Malam hari ketika kami berada dipitch 4, mendung dan angin mulai bertiup kencang, seperti akan terjadi hujan,  beberapa saat kemudian, hujan mengguyur kawasan tebing Tanggul. Kami menggunakan ponco sebagai bivak dan mengikatkannya pada tumbuhan yang tumbuh di pitch 4, namun tubuh kami masih basah karena selain ponco yang kami gunakan tidak begitu nyaman untuk menghadang air hujan, punggung kami yang bersentuhan langsung  dengan dinding tebing terkena air hujan yang mengalir dan merembes pada dinding tebing tersebut. Kamipun  memakai jaket sebagai penghangat tubuh. Sebelum beristirahat, kami makan roti sebagai menu makan malam. Kemudian kami tidur dengan kondisi yang sangat tidak nyaman dikarenakan sebagian badan kami basah dan kami harus tidur dengan posisi duduk serta memakai costil. Keesokan harinya, kami pun melanjutkan memanjat ke pitch 5, 6, dan sampai di top tebing pukul 14.49. kami berfikir bahwa sore itu juga kami dapat kembali turun ke ground. Namun, pada kenyataannya prediksi kami meleset. Ketika kami mulai turun dari top tebing menuju pitch 6, mendung gelap mulai datang, angin bertiup sangat kencang dan beberapa saat kemudian terjadilah hujan yang sangat deras disertai Guntur dan kilat yang menggelegar. Kami begitu ketakutan dan terus membaca istighfar serta meminta perlindungan kepadaNYA.
            Sementara itu,  terjadilah  sesuatu yang tidak bisa kami lupakan seumur hidup. Johana Rukin atau biasa kami panggil dengan sebutan “Mbah Mlenoy”, ia  turun dari Pitch 6 menuju pitch 5 saat cuaca benar2 buruk, angin yang bertiup kencang, hujan yang begitu deras, kilat dan petir serta saat itu tebing sudah sangat gelap dikarenakan hari sudah mulai petang (maghrib). Sedangkan jalur dari pitch 6 menuju 5 sangat melenceng dan tidak lurus, sehingga untuk kembali ke posisi pitch 5 sangatlah sulit. Sebelumnya, Ida Wardatun Nafi’ah atau yang biasa kami panggil dengan sebutan “peyek”, ia turun dengan bersusah payah yaitu  dengan berpegangan pada akar pohon yang melintang disitu, namun masih juga sulit untuk kembali ke pitch 5 dikarenakan jalurnya tidak lurus dan akar pohon tersebut tidak begitu panjang. Berpegangan pada tebing sangatlah sulit selain karena pegangan yang ada diantara pitch 6-5 kecil-kecil, pada saat itu tebing benar2 licin akibat hujan deras . akan tetapi si “peyek” masih sedikit aman karena alat yang digunakan untuk turun adalah grigri (jika alat ini tidak di pegang dan di tarik kebawah, ia akan dapat menahan beban seseorang). Sedangkan pada saat itu “Mbah Mlenoy” turun dengan menggunakan alat yang bernama figure eight (alat ini tidak akan mampu menahan beban seseorang sebagaimana grigri tadi, yang menahan beban adalah si pemakai figure eight ini) sehingga pada saat itu Mbah Mlenoy sangat kesulitan untuk kembali ke pitch 5 dan hampir saja ia jatuh ke jurang dikarenakan ia sudah tidak kuat lagi menahan bebannya sendiri, dan ia terus merosot. Ia sudah berusaha dengan semaksimal mungkin kembali ke pitch 5, namun masih juga sangat kesulitan. sedangkan peyek yang terlebih dahulu ada di pitch 5 sudah berusaha untuk menolong dan menarik talinya namun tidak juga tali tersebut sampai kepadanya karena jarak antara Mbah Mlenoy dengan Pitch adalah -+3M, sedangkan kondisi Pitch 5 sangatlah sempit (pijakan selebar 1/3 telapak kaki orang). Mbah Mlenoy saat itu sudah hamper putus asa dan menyerah, karena ia sudah berusaha sekuat tenaga namun tidak juga dapat kembali ke pitch 5. Sedangkan Peyek terus membaca doa, ia sangat ketakutan, dan khawatir dengan kondisi temannya yang tidak juga dapat segera ia bantu. Beberapa saat kemudian, atas pertolonganNYA, tali car mantel tersebut dapat sampai ke tangan peyek dan ia segera menarik tali tersebut. Akhirnya Mbah mlenoy dapat terselamatkan dan dapat kembali ke pitch 5. Kami beristirahat di pitch 5 sambil menunggu satu teman lagi dengan penuh rasa cemas, sedangkan kondisi badan kami dalam keadaan basah kuyup dan menggigil.
            Karena kondisi dan keadaan yang demikian, akhirnya kami memutuskan untuk segera turun ke pitch 4 dan beristirahat disana. Sedangkan alat yang masih sangat sulit untuk di clean, akan di clean pada keesokan hari. Kamipun beristirahat di pitch 4 dalam kondisibasah kuyup, menggigil serta  sangat kecapekan. Logistic kami pun habis, dikarenakan tidak ada prediksi bahwa kami malam ini akan tidur di tebing seperti ini. Logistic yang tersisa hanyalah madu, sosis siap makan  ada 4, dan Tolak Angin. Kami segera melahap logistic yang ada, dan kami tidur dengan menyalakan lilin didalam ponco sebagai penghangat tubuh. Kamipun tidur di tebing dan mengharap agar pagi segera datang.
            Kami tinggal di tebing selama 2 malam dan 2,5 hari, berangkat dari sabtu pagi dan turun sampai ground tebing jalur IMS pada hari senin jam 12.00 WIB siang hari. Selama di tebing kami tidak pernah makan nasi, dan roti adalah sebagai menu makanan utama kami. Padahal tenaga yang harus kami keluarkan sangat banyak. Kehujanan, kedinginan, kelaparan serta tidur dengan sangat tidak nyaman selama di tebing adalah hal yang paling tidak bisa kami lupakan.
Ekspedisi Tebing kali ini adalah Ekspedisi Tebing Ke 2 di MAHASPALA. Dan Ida Wardatun Nafi’ah (peyek) adalah perempuan pertama dari MAHASPALA STAIN Kediri yang melakukan Ekspedisi Tebing. Sedangkan Johana Rukin(Mbah Mlenoy) dan Ahmad Ibnu Ngatho’(Kemenyek) adalah Pria  ke 2 MAHASPALA yang melakukan ekspedisi tebing setelah mas Reza Saputra(celeng).
Demikianlah cerita dari ekspedisi kami, moga bermanfaat.